Mengapa Aku Menulis?

Kadir 20SEJAK dulu hingga kini aku tak pernah bercita-cita menjadi penulis. Sejak duduk di Sekolah Dasar (SD) hingga lulus aku hanya punya impian memiliki rumah sederhana yang dinding-dindingnya dihiasi oleh berbagai macam sumber bacaan : buku, majalah, surat kabar, buletin dan serupanya dengan jumlah tak terhingga.

Ya, aku hanya punya impian rumah aku seperti perpustakaan, dimana aku dan teman-teman seusiaku bisa membaca berbagai bacaan secara gratis dan semau hati saja. Hanya itu.

Di saat duduk di bangku Madrasah Tsanawiyah (setigkat SMP) dan Madrasah Aliyah (setingkat SMA) pun aku tetap pada impian lamaku. Lagi-lagi, aku tidak punya impian menjadi penulis. Hanya punya motivasi untuk bisa menulis dan menulis.

Ketika kuliah bahkan hingga kini (sudah berkeluarga dan bercibaku dengan berbagai aktivitas, termasuk aktivitas di dunia kepenulisan) pun aku masih tak bercita-cita menjadi penulis. Aku hanya mencoba dan berusaha untuk menghadirkan karya tulis yang bermanfaat bagi diriku, keluarga dan para pembaca karyaku di luar sana. Intinya : menulis dan menulis.

Mengapa?

“Karena bagiku, yang terpenting dari penulis bukanlah nama atau gelarnya, tapi aktivitas atau aksi nyata-nya.”

Apalah arti panggilan dan gelar penulis yang disematkan begitu rupa, tapi nihil karya alias tidak memiliki karya tulis yang pantas atau layak dinikmati oleh pembaca.

Menyibukkan diri dengan aktivitas menulis jauh lebih produktif daripada sekadar memanen gelar dan penghormatan para pembaca sebagai penulis cerdas, penulis hebat dan serupanya. Memang setelah disanjung dapat apa? Maaf ya, paling dapat sanjungan, terus hilang!

Lalu, mungkin kamu bertanya : Mengapa aku begitu tergila-gila dengan aktivitas menulis?

Sebetulnya aku tidak segila para penulis terkenal. Hanya saja, aku berupaya untuk menulis dan terus menulis. Aku sendiri telah mendawamkan diri agar menulis setiap hari. Apapun jenis dan temanya, bebas semau aku aja. Yang penting aku mesti menulis setiap hari.

“Aku memahami bahwa kalau aku tidak menulis, aku tidak akan dapat memahami apa pun dalam kehidupan ini. Sebab selain membaca, ternyata menulis adalah salah satu jalan yang aku temukan untuk memulainya, ya memulai memahami kehidupan ini.”

Dalam buku terbaru-nya Rahasia Top Menulis Much. Khairi mengatakan bahwa, seorang calon penulis perlu menegaskan alasannya untuk menulis. Sebab itulah yang mendorongnya agar terus menulis. Kata Khairi, dengan mengetahui alasan mengapa ia menulis, seseorang akan termotivasi untuk berlatih menulis.

Oke, berikut merupakan sebagaian motivasi atau alasan mengapa aku menulis. Semoga kamu mengambil manfaat dan terinspirasi untuk terus menulis ya!

Pertama, menulis adalah caraku menjaga apa pun yang terlintas dalam hati dan pikiranku. Dengan begitu, menulis adalah penolong terbaik agar apa pun yang terlintas dalam hati dan pikiranku terus terjaga dengan baik. Semuanya tidak mubazir (alias menjadi sahabat setan) dan berlalu begitu saja (sia-sia).

Mengapa?

Sebab apa yang terlintas—apalagi yang positif dan inspiratif—tak selalu datang untuk kedua kalinya. Bahkan kadang, sesuatu yang terlintas itu seperti waktu, tak pernah kembali selamanya. Hanya ada satu yang membuatnya kembali : menulis.

Kedua, menulis adalah salah satu caraku merespon realitas yang terjadi di luar diriku. Tulisanku berupa essay dan artikel serta rekaman materi ketika aku didaulat sebagai pembicara seminar di beberapa kota, termasuk ketika menjadi narasumber beberapa dialog di TV dan Radio (yang sudah dibukukan seperti NGOPI, POLITICS), misalnya, merupakan contoh nyata karyaku yang terinspirasi dari acara semacam itu.

Walau dengan tulisan apa adanya alias sangat sederhana, aku telah membiasakan bahkan memaksakan diriku untuk merespon berbagai realitas dengan karya tulis, untuk selanjutnya aku publikasikan melalui media cetak (surat kabar, majalah, buletin) dan media sosial (seperti blog, facebook dan sebagainya).

Ketiga, menulis adalah caraku mendalami sesuatu sekaligus menemukan kebenaran atas sesuatu juga jalan keluar bagi berbagai persoalan. Sekadar berbagi pengalaman dan inspirasi, aku termasuk yang suka merenung dalam waktu yang cukup lama, misalnya 2 sampai 3 jam.

“Dalam sepekan, aku membiasakan diri untuk merenung dalam beberapa waktu tentang tema-tema tertentu, atau masalah tertentu, yang menurutku butuh perenungan yang mendalam.”

Setelah itu, apapun hasil dari perenungan tersebut, aku tuliskan kembali dalam berbagai sarana yang memang sudah aku sediakan, terutama laptop dan catatan harianku.

Walaupun kumpulan tulisan hasil perenungan tersebut belum aku publikasikan seluruhnya, tapi aku sangat percaya bahwa tulisan yang dihasilkan dari perenungan yang serius pasti mengandung makna dan memiliki karakter tersendiri. Itulah yang membuat tulisan menjadi bertenaga dan memiliki daya tarik tersendiri.

Sederhananya, aku semakin percaya bahwa lintasan pikiran yang tertuang dalam sebuah tulisan dari hasil perenungan akan memberi ruh dan tenaga tersendiri di saat sang penulis menulis dan membacanya kembali.

Keempat, menulis adalah diantara cara yang aku tempuh untuk menjaga ilmu pengetahuan dan wawasan yang aku dapatkan dari berbagai sumber. Aku sangat percaya bahwa pengikat terbaik ilmu pengetahuan dan wawasan—selain mengamalkan atau meng-aksi-kannya dalam kehidupan nyata—adalah menuliskannya kembali.

Maaf bukan menyombongkan diri, sekadar berbagi, semoga menginspirasi kamu ya… Sebagai contoh sejak lama aku telah membiasakan diri untuk membaca buku, koran, majalah, buletin dan serupanya dalam berbagai judul; baik milik sendiri, hasil pinjaman maupun di toko buku, perpustakaan, web site, blog, facebook dan serupanya.

Aku juga membiasakan diri untuk berbincang ringan dengan siapapun, baik yang sudah lama kukenal maupun yang baru kukenal.

Untuk yang satu ini biasanya aku merekam secara diam-diam perbincangannya dengan menggunakan HP setiaku. Dengan cara seperti ini, kelak aku punya kesempatan untuk menyunting apa yang pantas dan tak pantas untuk aku tulis kembali.

Selain itu, aku juga membiasakan diri untuk menonton acara TV dan mendengar acara Radio yang menurutku penting, bernilai, positif, inspiratif dan unik juga asing.

Untuk menjaga apa yang kudapatkan dari beberapa kebiasaan usil tersebut, aku pun berupaya untuk menuliskannya kembali dalam catatan sederhanaku; baik dalam buku harian, laptop, kertas khusus, atau bahkan kertas bekas yang aku dapatkan di tempat sampah dekat kampus, di rumah bahkan di tempat sampah, dan begitu seterusnya.

Sebagiannya, kelak setelah tersusun dalam tulisan yang agak rapi, dan kira-kira pantas dipublikasi, aku pun mempublikasikannya di berbagai media sosial : blog, facebook dan e-Mail beberapa teman yang memang kerap menagih tulisanku.

Sisanya, tetap aku simpan di laptop, e-Mail… dan tentu saja menjadi dokumentasi, yang suatu saat bisa jadi bermanfaat dan menjadi sumber inspirasi dalam menghadirkan karya tulis baru yang lebih baik; atau menjadi penguat beberapa tulisan yang sedang dan akan kugarap.

Kelima, menulis adalah caraku mencintai kedua orangtua dan keluarga besarku. Sungguh, setiap orangtua tentu sangat ingin agar anak-cucunya bermanfaat bagi banyak orang, termasuk untuk keluarga besarnya.

Aku sangat menyadari bahwa hingga kapapun aku takkan mampu membalas jasa kedua orangtua dan keluarga besarku. Padahal aku sangat mencintai mereka, dan rasa-rasanya ingin sekali membalas semua jasa mereka.

Pertanyaan pun muncul, bagaimana cara mewujudkan bukti cinta dan kesungguhanku untuk membalas jasa mereka selain mendoakan mereka, termasuk agar mereka bahagia di dunia dan akhirat kelak?

Ya, dengan segala keterbatasan dan kelemahanku, aku pun berusaha untuk berbagi inspirasi kepada mereka semua melalui karya tulis. Aku ingin mereka bahagia karena membaca dan mengambil manfaat dari karya tulisku.

Bagiku, karya tulis adalah jembatan yang memperkuat hubungan emosionalku dengan mereka. Karya tulis ibarat surat cinta yang selalu aku hadirkan untuk mereka. Semoga Allah memperkenankan karyaku bermanfaat dan membuat mereka senang.

Keenam, menulis adalah caraku mencintai istri dan anak keturunanku. Aku sadar betul bahwa aku takkan mampu memberi semua apa yang mereka mau dan butuhkan. Ya, sebagai nahkoda rumah tangga dengan segala kewajiban juga tanggungjawab sebagai ikutannya, aku mengakui kelemahan, kekurangan dan keterbatasanku.

Untuk itu, aku sudah mengazamkan bahwa jika kelak aku meninggal mendahului mereka, dan aku tidak mewariskan harta, minimal aku mampu mewariskan untuk mereka karya tulisku. Minimal mereka membaca apa sebetulnya yang selalu terngiang dalam hati dan benakku, apa impianku, apa mimpi juga harapanku untuk mereka.

Ketujuh, menulis adalah caraku memanjangkan usiaku. Ya, boleh jadi usia fisikku di dunia ini hanya sebentar, dan tak lama lagi. Karena itu, aku mesti menulis dan menulis. Sebab dengan menulis, usiaku menjadi panjang bahkan mengabadi. Semoga saja begitu!

Para tokoh fenomenal dan berpengaruh dengan berbagai karya dahsyat yang mereka miliki hingga kini masih dikaji, dijadikan referensi dan bermanfaat bagi banyak orang adalah satu bukti sejarah bahwa karya tulis dapat memanjangkan usia, terutama usia cita-cita dan kebaikan mereka.

Kedelapan, menulis adalah caraku menjawab berbagai pertanyaan. Alhamdulillah aku termasuk yang seringkali mendapat undangan mengisi berbagai acara di berbagai kampus di beberapa kota. Seperti biasa, banyak sekali pertanyaan peserta pada acara semacam itu yang belum sempat aku jawab pada waktu acara berlangsung.

Begitu juga ketika aku mendapat undangan untuk menjadi narasumber di acara TV, Radio dan serupanya. Begitu banyak pertanyaan yang tak sempat aku jawab karena kuasa waktu yang tidak memungkinkan untuk itu.

Nah, kondisi terbatas semacam itu, untuk pertanyaan yang bersifat personal aku terbiasa untuk menjawabnya dalam bentuk tulisan yang aku kirim ke e-Mail penanya secara langsung.

Adapun yang berkaitan dengan urusan umum (publik) biasanya aku jawab atau jelaskan dalam bentuk essay, artikel dan serupanya yang aku kirim ke berbagai media cetak—melalui e-Mail redaksi media bersangkutan.

Bahkan, untuk tulisanku yang dimuat di berbagai media cetak (seperti di Kolom Wacana Radar Cirebon, Kolom Opini Kabar Cirebon, Kolom Opini Fajar Cirebon dan sebagainya) justru terinspirasi dari pertanyaan dan pernyataan pemirsa ketika aku menjadi narasumber diskusi di TV (Radar Cirebon Televisi, RCTV) maupun Radio (seperti RRI Pro-2 Cirebon).

Kesembilan, menulis adalah caraku mewujudkan peradaban yang beradab. Aku punya impian agar tulisanku dapat menginspirasi banyak orang agar kembali semangat di saat galau, kembali menemukan kembali impian-impian yang mereka ingin wujudkan.

Selebihnya, aku punya impian kelak tulisanku mampu menjadi sumber inspirasi bagi siapapun untuk menghadirkan peradaban yang beradab : manusianya mau dan mampu memberi manfaat bagi manusia dan kehidupan.

“Menulis adalah salah satu cara sederhanaku untuk impian sederhana semacam itu. Semoga kamu, para pembaca pun mau mengambil manfaat dari apa yang aku tulis. Agar apa yang menjadi impianku juga menjadi impian kamu. Kamu bersedia kan?”

Jadi, beberapa hal di atas adalah sebagian alasan yang membuat aku selalu tergoda untuk menulis dan menulis hingga kini.

Masih banyak alasan yang dapat aku sebutkan, namun dalam bentuk buku mungkin menyusul saja.

Sungguh berisi ungkapan seorang penyair terkenal Jose Marti berikut ini :

“Setiap orang setidaknya harus menanam sebatang pohon, memiliki anak dan menulis sebuah buku. Ketiga hal tersebut akan melampaui batas usia penulisnya, memastikan bahwa penulis tetap hidup dalam bentuk yang berbeda.”

Semoga kamu dapat mengambil manfaat tulisan ini, terutama untuk menyokong impian kamu : menulis buku, essay, artikel, cerpen, dan serupanya. Selamat membaca, mari menulis! [Oleh: Syamsudin Kadir—Bang Kadir, Direktur Eksekutif Penerbit Mitra Pemuda, Pegiat PENA dan Pendidikan Islam di IAI Bunga Bangsa Cirebon, Penulis buku (1) POLITICS, (2) Pendidikan dan Guru Peradaban]

2 komentar di “Mengapa Aku Menulis?

Tinggalkan komentar